Dalam pustaka, ditemukan dua konsep tentang PM. Pertama, PM merujuk pada pembelajaran mesin yang telah dikembangkan melalui riset sejak tahun 1940 dari tahap awal sibernetika sampai dengan kecerdasan buatan (Peters, 2018) dan jejaring syaraf pada otak (Gillon et al., 2019; Richards et al., 2019). Konsep kedua adalah PM yang diterapkan di Norwegia dalam bidang pendidikan, yang berbeda dari konsep yang dikaitkan dalam ilmu komputer (Bråten & Skeie, 2020).
Penerapan PM dalam pendidikan dibagi menjadi tiga fase. Pada fase pertama pada tahun 1970-an istilah PM dikaitkan dengan teori PM dan teori pembelajaran dangkal (Marton & Säljö, 1976). Dalam fase ini ditemukan bahwa pengembangan kemampuan membaca teks dengan PM (memahami makna, menghubungkan ide, dan melihat pada konteks yang lebih luas) lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran dangkal (menghafal fakta yang tersurat dalam teks tanpa pemahaman mendalam baik secara konseptual maupun kontekstual) untuk pembelajaran jangka panjang dan pemecahan masalah.
Pada fase kedua pada tahun 1990-2000-an pemikiran bahwa belajar adalah proses aktif membangun pengetahuan, yang dipengaruhi oleh teori konstruktivis Jean Piaget dan Lev Vygotsky, memperkuat gagasan tentang PM. Fase ini mempopulerkan metode pembelajaran berbasis proyek, kolaboratif, dan berbasis masalah. Dengan kebutuhan untuk menguasai Keterampilan Abad ke-21 dan memanfaatkan teknologi, PM mulai dikaitkan dengan pengembangan keterampilan berpikir kritis, kreativitas, dan pemecahan masalah. Semua ini juga telah diterapkan di Indonesia tetapi proses dan hasilnya masih jauh dari harapan.
Pada fase akhir dalam era modern 2010 hingga saat ini dilakukan integrasi teknologi, teknologi pendidikan untuk mendukung PM dengan menggunakan simulasi, pembelajaran berbasis permainan, dan pembelajaran berbasis data. Paling mutakhir, PM mencakup isu-isu global, seperti keberlanjutan, literasi digital, dan pembelajaran sosial emosional. Singkat kata, penerapan PM pada konteks pendidikan lebih menekankan pada pemahaman mendalam oleh peserta didik dalam mengaplikasi pengetahuan dalam berbagai konteks.
Konsep Pembelajaran Mendalam
Pembelajaran Mendalam telah mempengaruhi kebijakan pendidikan kontemporer di berbagai negara (Fullan & Langworthy, 2014) dan berperan penting dalam pengembangan kompetensi masa depan dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks (Fullan et al., 2018; Pellegrino & Hilton, 2012). Selain itu, PM juga berkaitan erat dengan kualitas pembelajaran. Pendekatan PM mampu menghasilkan kualitas capaian pembelajaran yang tinggi, sedangkan metode pembelajaran yang kurang mendalam cenderung menghasilkan capaian pembelajaran yang rendah (Smith & Colby, 2007).
Dalam buku The Process of Learning, Biggs dan Moore (1993) menjelaskan faktor peserta didik belajar dengan Model 3P (Presage-Process-Product). Presage (Faktor Awal) mencakup elemen sebelum proses pembelajaran dimulai yang menentukan bagaimana pembelajaran akan berlangsung, yaitu identifikasi karakteristik peserta didik dan konteks pembelajaran. Process (Faktor Proses) mencakup aktivitas dan pendekatan pembelajaran. Pembelajaran Mendalam ditandai dengan dimilikinya motivasi intrinsik oleh peserta didik dalam memahami dan melibatkan diri secara kritis, sedangkan pembelajaran dangkal (surface learning) ditandai peserta didik yang belajar hanya karena didorong oleh motivasi eksternal, sehingga belajar dipandang sebagai keharusan menyelesaikan tugas atau hanya ingin memenuhi persyaratan minimum sehingga peserta didik lebih fokus pada menghafal tanpa memahami konsep secara mendalam. Product (Faktor Hasil) merupakan pengukuran hasil belajar. Hasil belajar mengacu pada tingkat pemahaman siswa, keterampilan yang diperoleh, dan kemampuan mereka dalam menerapkan pengetahuan di berbagai konteks. Akhirnya konsep yang disampaikan oleh Biggs dan Moore (1993) ini menekankan pentingnya pendekatan pembelajaran mendalam, dengan menciptakan lingkungan akademik yang mendorong peserta didik terlibat dalam memaknai informasi, menerapkan pemahaman pada situasi nyata, serta merefleksi strategi belajarnya secara mandiri.
Pembelajaran Mendalam merupakan pendekatan untuk memperoleh pengetahuan baru secara efektif (Marblestone, Wayne, dan Kording, 2016). Pembelajaran Mendalam meliputi pemahaman dan keterkaitan hubungan antara pengetahuan konseptual dan prosedural serta kemampuan untuk mengaplikasi pengetahuan konseptual pada konteks yang baru (Hattie & Donoghue, 2016; Parker et al., 2011; Winch, 2017). Dengan demikian, pembelajaran diharapkan aplikatif dan bermanfaat dalam kehidupan peserta didik.
Pemerolehan pengetahuan dilakukan melalui pembelajaran berbasis pengalaman. Pembelajaran berbasis pengalaman sebagai teori pembelajaran dikembangkan oleh David A. Kolb (1984) mendukung penerapan PM. Teori ini menekankan bahwa pembelajaran terjadi melalui pengalaman langsung yang melibatkan proses refleksi, konseptualisasi, dan eksperimen. Pembelajaran sebagai proses di mana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman (Kolb, 1984).
Kategori kerangka kerja pengetahuan yang digambarkan oleh Terry Heick (2020) mengklasifikasi pengetahuan menjadi tiga kategori: pengetahuan dasar, pengetahuan meta, dan pengetahuan humanistik. Model ini dirancang untuk membantu memahami cara pengetahuan diorganisasikan, dipahami, dan diterapkan dalam konteks pendidikan dan pembelajaran. Proses perolehan pengetahuan ini didukung of teori Habits of Mind yang berfokus pada pola pikir dan perilaku yang membantu individu dalam menghadapi tantangan, memecahkan masalah, dan bertindak secara efektif (Costa & Kallick, 2020). Habits of Mind adalah kebiasaan intelektual yang mendorong pemikiran kritis, kreatif, dan reflektif dalam konteks pembelajaran atau kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran Mendalam merupakan pendidikan progresif yang terfokus pada perkembangan peserta didik dalam kemampuan berkolaborasi, pendekatan guru, pemahaman mendalam terhadap materi pelajaran (Kohn, 2008). Berbagai kerangka kerja teori menggunakan PM dalam kaitannya dengan motivasi mendalam, strategi, keinginan untuk memahami, pembelajaran holistik, keterkaitan antar-gagasan, dan lain-lain. Salah satu implementasi kurikulum dengan menggunakan PM di Norwegia adalah mengaitkan antar mata pelajaran secara interdisiplin sebagai kurikulum inti.
Pembelajaran Mendalam meningkatkan kualitas dan capaian pembelajaran dengan secara intensif melibatkan peserta didik melalui pembelajaran yang mengaitkan pembelajaran dengan dunia nyata dan identitas diri, mengembangkan keterampilan, pengetahuan, kepercayaan diri melalui proses inkuiri (Fullan, Quin, & McEachen, 2018). Pembelajaran Mendalam sejalan dengan pendidikan inklusi, khususnya ketika diterapkan dalam grup yang kecil (Kristiansenet al., 2019; Tal & Tsaushu, 2018), dan ketika teknologi yang spesifik dikaitkan dengan anak berkebutuhan khusus (Srivastava et al., 2021). Oleh sebab itu, PM berfokus pada berbagai karakteristik peserta didik dan proses pelibatan mereka secara aktif dalam pembelajaran.
Pada akhirnya berbagai konsep PM dalam konteks pendidikan dikaitkan dengan penyediaan pengalaman belajar dan penciptaan lingkungan pembelajaran yang mendukung pemahaman peserta didik yang menstimulasi keterampilan berpikir tingkat tinggi dan mengaplikasi pengetahuannya dalam berbagai konteks dunia nyata. ***
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.