Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, BBGTK Provinsi Jawa Timur menyelenggarakan Upacara Bendera di Kampus Kota Batu (17/08/2025). Kepala BBGTK Provinsi Jawa Timur, Dr. Abu Khaer, M.Pd., selaku pembina upacara membacakan Naskah Proklamasi di hadapan para peserta upacara yang mengenakan Wastra Nusantara (kain tradisional).
Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 adalah momen mahapenting dalam perjuangan panjang bangsa Indonesia untuk berdiri di atas kaki sendiri, sebagaimana ditegaskan dalam pidato Bung Karno pada momen itu:
"Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil sikap nasib bangsa dan nasib tanah air kita di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri akan dapat berdiri dengan kuatnya."
Teks Proklamasi sebetulnya telah disusun oleh tokoh-tokoh bangsa Indonesia yang tergabung dalam Panitia Sembilan pada 22 Juni 1945, yang kemudian disebut dengan Piagam Jakarta. Namun dengan berbagai dinamika peristiwa yang terjadi, pada 17 Agustus 1945 sekitar pukul setengah satu dini hari, para pemimpin bangsa Indonesia sekitar 40 hingga 50 orang melakukan rapat di rumah Laksamana Tadashi Maeda untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang hendak dibacakan pada pukul 10.00 pagi. Mereka terdiri dari anggota lengkap PPKI, pemimpin-pemimpin pemuda, beberapa pemimpin pergerakan, dan para anggota Chuo Sangi-In yang ada di Jakarta. Di luar, para pemuda turut setia hadir menunggu hasil pembicaraan.
Di ruang tamu kecil, panitia kecil terdiri dari Sukarno, Mohammad Hatta, Achmad Soebardjo, Sukarni, dan Sayuti Melik duduk bersama merancang teks ringkas Proklamasi. Hatta dan Sobardjo mendiktekan rumusan, Sukarno menuliskannya dengan tangan. Setelah selesai dirancang, rumusan proklamasi dibacakan oleh Sukarno perlahan-lahan dan berulang-ulang di depan hadirin di ruang tengah. Semua menyatakan setuju, kecuali pada penandatanganan yang sedianya ditandatangani seluruh hadirin sebagai wakil bangsa Indonesia.
Sukarni mengusulkan cukup Bung Karno dan Bung Hatta saja yang menandatangani atas nama bangsa Indonesia. Hadirin sepakat, kemudian Sayuti Melik mengetik ulang rumusannya. Itulah yang membedakan rumusan tulisan tangan Sukarno dengan ketikan Sayuti Melik: para pendiri bangsa tidak memikirkan nama-nama mereka harus muncul dalam dokumen bersejarah bangsanya.
Sehari setelahnya, Piagam Jakarta--kristalisasi pergumulan pemikiran para pendiri bangsa--yang menjadi Pembukaan Undang-Undang Dasar juga mengalami kompromi. Kalimat yang memuat tujuh kata yang dirasa diskriminatif oleh sebagian golongan bangsa Indonesia dimufakati untuk diganti menjadi yang lebih mewakili umum: Ketuhanan Yang Maha Esa dengan sidang singkat. Tentang hal itu, Bung Hatta menulis:
"Apabila suatu masalah serius dan bisa membahayakan keutuhan negara dapat diatasi dalam sidang kecil yang lamanya kurang dari 15 menit, itu adalah suatu tanda bahwa pemimpin-pemimpin tersebut di waktu itu benar-benar mementingkan nasib dan persatuan bangsa."
Tema Peringatan HUT RI ke-80 tahun ini, “Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”, juga sejalan dengan tujuan negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta berperan aktif dalam perdamaian dunia. Untuk itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, mengajak kita untuk merapatkan barisan, bergotong royong, dan bergandeng tangan dengan semangat kemerdekaan untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu bagi seluruh anak bangsa. ***
Penulis: Tricahyo A.