Kepala BBGP Provinsi Jawa Timur Dr. Abu Khaer, M.Pd. dalam sesi sambutan membuka presentasi Program-Program Prioritas 2025 dengan dua pertanyaan: "Apa yang harus saya lakukan sebagai guru Informatika dengan hadirnya AI?" dan "Apakah Ibu/Bapak percaya dengan jawaban yang diberikan oleh AI?"
Dalam menghadapi zaman yang sering dirujuk sebagai era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, and Ambiguity) ini, Abu Khaer mengimbau untuk senantiasa ramah akan perubahan yang terjadi. Untuk itu, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dengan visi barunya yaitu Pendidikan Bermutu untuk Semua, mengawalinya dengan merancang gerakan pendidikan karakter bagi anak melalui pembiasaan Tujuh Kebiasan Anak Indonesia Hebat, yaitu bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat dan bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, dan istirahat cepat, dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Pembiasaan dasar bagi anak dipandang perlu sebagai langkah strategis untuk membentuk individu yang memiliki karakter kuat menghadapi perubahan di masa mendatang. Oleh karena itu, Abu Khaer mengemukakan pembiasaan anak perlu diawali dari rumah sendiri sebagai madrasah pertama anak, kemudian di sekolah, dan masyarakat. Trisentra pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara itu telah ditambahi satu lagi dengan media menjadi catursentra pendidikan oleh Mendikbud Abdul Mu’ti, untuk menekankan betapa media terutama media sosial telah menjadi pusat komunitas belajar dan bermasyarakat pada era VUCA ini. Untuk itu pula Abu Khaer mengimbau para guru untuk mengikuti media-media penting yang meng-update informasi guru di samping media BBGP Jatim, seperti media Kemendikdasmen, Ditjen GTK, Guru Dikdas, PPG, dan pusat pendidikan karakter.
Pendidikan untuk Semua menurut Abu Khaer mencakup pendidikan yang inklusif dan dapat menjangkau semua. Teknologi dan informasi yang telah dikembangkan dapat menjadi pengungkit untuk mempercepat visi ini, menyebarkan dan menjangkau seluruh pelosok negeri.
Abu Khaer juga menyampaikan penyelenggarakan penguatan pendidikan karakter sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Bersama Mendikdasmen, Mendagri, dan Menteri Agama tentang Penguatan Pendidikan Karakter melalui Pembiasaan di Satuan Pendidikan, yaitu pembiasaan yang penuh kesadaran,
bermakna, dan menggembirakan.
Mari kita selenggarakan pendidikan bermutu dengan suasana gembira, dan saya yakin Bapak/Ibu sudah punya kiat-kiat bagaimana pembelajaran dikemas dengan bergembira, membersamai anak-anak kita menyongsong zamannya," ujarnya mengakhiri uraiannya.
Widyaiswara BBGP Provinsi Jawa Timur, Istiqomah, melanjutkan memaparkan tentang urgensi literasi digital dan deep learning dalam pembelajaran anak yang ia sebut sebagai generasi digital.
"Menuntut ilmu itu wajib hukumnya bagi muslim, mulai dari buaian sampai liang lahat, atau istilah sekarang pembelajaran sepanjang hayat," demikian Istiqomah memulai paparannya, menjawab topik yang diajukan MGMP Informatika SMP Kabupaten Malang, yaitu "Masihkah Pembelajaran Informatika Diperlukan oleh Generasi Digital?"
Kata kunci untuk menghadapi segala perubahan menurut Istiqomah ada tiga: adaptif, komunikatif, dan inovatif. Ia menambahkan, jika ada sesuatu yang belum dipahami sebaiknya dibahas bersama, karena ketika menghadapi sesuatu yang baru, bisa jadi pemahaman itu belum utuh. Jadi tidak sekadar mendampingi anak mengonsumsi sebuah konten untuk pengetahuan, atau lanjut pada mengajarkan keterampilan pembuatannya, tapi juga menanamkan literasi digital.
Literasi digital yang dimaksud adalah kesadaran, sikap, dan kemampuan individu untuk menggunakan alat dan fasilitas digital secara tepat yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengakses, mengelola, mengintegrasikan, mengevaluasi, menganalisis, dan mensintesis sumber daya digital, membangun pengetahuan baru, membuat ekspresi media, dan berkomunikasi dengan orang lain, dalam konteks situasi kehidupan tertentu, untuk memungkinkan tindakan sosial yang konstruktif; dan merenungkan prosesnya.
Literasi digital vital untuk menghadapi risiko negatif dari konten-konten yang berseliweran di media sosial, yaitu konten-konten yang sekilas positif namun di baliknya justru kontraproduktif terhadap tujuan utama pembangunan karakter manusia, yaitu akhlak.
Di antara dampak negatif yang dapat diamati pada anak-anak Gen Z adalah sikap pembosan dan kekurangan daya lenting. Pembosan bisa jadi merupakan dampak dari banjir informasi maupun bombardir konten yang tak pernah berhenti, sedangkan kekurangan daya lenting menghadapi masalah bisa jadi merupakan dampak dari kepesatan laju teknologi yang kian memudahkan. Namun, di balik itu semua juga tampak ketidakberdayaan orang tua mengantisipasi dan membersamai anak-anaknya yang sekarang telah memasuki Gen Alpha menghadapi era digital ini
Sebagian orang tua melakukan proteksi berlebihan pada anaknya. Bagi para orang tua yang memilih tindakan itu, Istiqomah mengingatkan dengan apa yang pernah dikatakan oleh Rhenald Kasali: "Orang tua itu memang tidak mau anaknya menderita atau mengalami kesulitan seperti mereka. Padahal kesulitan itulah yang membentuk daya lentingnya."
Keresahan orang tua dan guru menghadapi semua itu harus dijadikan pemantik untuk ikhtiar positif menghadapinya. Salah satu langkahnya adalah menandingi konten negatif dengan membuat konten-konten positif, dan mengarahkan anak-anak ke sana. Guru juga perlu membimbing pemanfaatan media sosial anak didik. Karena posting media sosial pribadi sekarang banyak dipakai sebagai pertimbangan dalam perekrutan satu pekerjaan, maka akun media sosial pribadi anak hendaknya diarahkan juga mengantisipasi yang demikian itu.
Dengan semua tugas yang harus dijalankan itu, Istiqomah mengakui betapa beratnya beban peran guru sehingga ia istilahkan pengawal masa depan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa.
***
Penulis: Tricahyo A.
Fotografer: Ali Sofyan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar