Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Dr. Abdul Mu'ti, M.Ed., hadir di BBGTK Provinsi Jawa Timur untuk memberikan penguatan bagi 156 peserta Pelatihan Bakal Calon Kepala Sekolah (BCKS) Tahap II, Kamis (09/10/2025). Pelatihan BCKS merupakan bagian dari upaya Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sebagaimana Visi Kemendikdasmen 2025 - 2029, yaitu memberikan layanan pendidikan yang bermutu untuk semua.
"Dalam pelayanan peningkatan mutu pendidikan, faktor yang paling menentukan adalah sumber daya manusia, khususnya para pendidik. Kehadiran guru tidak bisa digantikan oleh teknologi. Teknologi berfungsi untuk membantu bagaimana memberikan pembelajaran yang berkualitas dan pembelajaran yang mindful, meaningful, dan joyful. Tetapi, semuanya itu tetap bergantung pada guru sebagai aktor utama dalam pembelajaran, " tutur Prof. Abdul Mu'ti memulai uraiannya.
Selain sebagai agen perubahan dalam pembelajaran, peran guru yang paling utama menurut Mendikdasmen adalah sebagai agen peradaban, karena kehadiran guru diharapkan dapat membentuk karakter para murid menjadi generasi-generasi yang beriman, bertakwa, berakhlak, mulia, cerdas, terampil, mandiri, bertanggung jawab pada masyarakat dan bangsa, demokratis, dan berbagai kepribadian utama yang lainnya.
Dengan demikian akan dapat dipahami bahwa bahwa pelatihan-pelatihan peningkatan kompetensi guru dan tenaga kependidikan bukanlah sekadar seremonial, tapi merupakan bagian dari arah baru kebijakan pendidikan dasar dan menengah menuju pendidikan yang bermutu untuk semua, dalam hal ini mendorong peran para guru dan tenaga kependidikan untuk melakukan perubahan memajukan pendidikan.
Empat Hal yang Harus Ada pada Kepala Sekolah
Dalam peningkatan mutu pendidikan, kepala sekolah menjadi unsur yang sangat penting, yang Mendikdasmen ibaratkan seperti kepala pada jasad manusia. Dengan perumpamaan itu, setidaknya ada empat hal yang diidentifikasi oleh Mendikdasmen harus ada pada seorang kepala sekolah.
Yang pertama adalah otak sebagai pusat yang menggerakkan seluruh sistem dalam tubuh, yang dapat dimaknai secara metaforis sebagai mindset, kepala sekolah sebagai pusat yang menggerakkan seluruh sistem organisasi. Otak juga bisa diumpamakan sebagai think tank, wadah yang dengannya gagasan-gagasan yang hebat dapat terus ditumbuhkembangkan.
Yang kedua adalah mata, yang secara metaforis menggambarkan visi. Dengan mata manusia memilih jalan yang tepat, demikian juga dengan visi yang cemerlang menjangkau ke depan, kepala sekolah dapat memandu para guru dan semua insan pendidikan untuk bersama-sama mencapai tujuan kemajuan satu sekolah.
Yang ketiga adalah telinga yang dapat diartikan sebagai kemampuan mendengar dengan baik. Kemampuan mendengar merupakan salah satu kunci keberhasilan seorang pemimpin, karena dengan itu ia bisa mendapatkan banyak gagasan, ide-ide dari siapa pun. Namun, kemampuan mendengar perlu dibarengi kemampuan memilih dan memilah mana yang benar dan mana yang salah, mana yang memang penting, mana yang perlu didengar dan mana yang gangguan belaka. Prof. Abdul Mu'ti juga mengingatkan ketidakmampuan menyaring banjir informasi dapat meningkatkan risiko mengalami burnout (kondisi kewalahan fisik, emosional, dan mental yang parah sehingga tidak sanggup lagi menjalankan tugas dan sebagainya akibat stres berkepanjangan berhubungan erat dengan tekanan yang dialami).
Yang keempat adalah mulut atau lisan. Lisan adalah simbol kemampuan berkomunikasi, yang dengannya seorang pemimpin dapat menyampaikan pandangan-pandangannya, memberikan pengarahan-pengarahan, dan berbagai hal baik dari gagasan dan visinya secara jelas untuk mengajak semua bergerak bersama-sama.
Setidaknya dari empat faktor di atas bisa dilihat bahwa peran kepala sekolah, walaupun bukan satu-satunya, menjadi yang paling menentukan dalam upaya peningkatan mutu dan citra satuan pendidikan.
Peran Kepala Sekolah sebagai Pemimpin
"Pemimpin harus hadir. Menurut saya justru ini yang sangat penting. Justru ini yang sangat menentukan arah perjalanan bangsa," tegas Mendikdasmen.
Arti kehadiran di sini bukan ghaib (ada, tapi tidak berdampak), tapi sebagaimana semboyan dari Ki Hajar Dewantara, Mendikdasmen mengelaborasinya sebagai berikut:
Ing Ngarsa Sung Tuladha: Teladan yang Berani Menerima Risiko
Kepala Sekolah harus berani memimpin di depan sebagai teladan dengan langkah-langkah yang pasti, karena seluruh gerak pemimpin akan diikuti. Di samping itu, pemimpin juga harus sebagai risk taker, berani mengambil keputusan yang kadang tidak populer dan menerima risikonya. Memberi sanksi dan menggeser posisi adalah beberapa contoh langkah tidak populer tapi kadang perlu dilakukan seorang pemimpin, dengan catatan harus berdasar evaluasi dan kepentingan organisasi, bukan semata karena rasa suka tidak suka.
Ing Madya Mangun Karsa: Bersedia Membersamai
Jadi Pemimpin harus hadir di tengah, bertindak bersama yang dipimpinnya dalam suka maupun duka. Pantang seorang pemimpin meninggalkan orang-orang yang ia pimpin, terlebih ketika dalam saat-saat susah. Ia terus menjaga semangat orang-orang yang dipimpinnya tetap menyala.
Tut Wuri Handayani: Bersedia Memberi Kesempatan
Seorang pemimpin harus memberi kesempatan yang lain untuk tampil juga agar belajar dari kesalahan. Ia melakukan pengaderan, memberi kesempatan bekembang. Dengan demikian, kepemimpinan yang harus dikembangkan adalah kepemimpinan kolegial, bukan yang sentralistik.
"Kepala sekolah merupakan figur sangat menentukan karena ialah orang yang pertama kali tahu bagaimana mengerjakan sesuatu, orang yang tahu bagaimana melakukan perubahan dan bagaimana perubahan dilakukan, dan pada saat yang sama mampu menyerap aspirasi untuk kebaikan bersama," imbuh Prof. Abdul Mu'ti.
Dari Mana Memulainya?
Perubahan dapat dilakukan dari hal yang paling mudah. Dalam hal kedisiplinan, Mendikdasmen mencontohkan seorang kepala sekolah dapat hadir di sekolah lebih awal dan menyambut semuanya di depan gerbang, untuk secara tidak langsung membiasakan warga sekolahnya untuk hadir lebih awal. Perubahan pada hal-hal yang kecil dan sederhana seperti itu apabila kemudian diberi makna dan banyak terhimpun menurut Prof. Abdul Mu'ti dapat memberikan perubahan yang besar.
Strategi semacam itu oleh Prof. Abdul Mu'ti dikaitkan dengan istilah Connecting the Dots, satu istilah yang merupakan judul sebuah buku kepemimpinan. Ia menggambarkannya dengan ibarat sebuah maha karya semisal selembar batik, berasal dari kumpulan titik-titik, yang jika hilang satu titik mengakibatkan cacatnya. Dari situ juga dapat diambil kesimpulan bahwa setiap bagian mempunyai makna penting, sehingga dengan demikian seorang pemimpin pantang meremehkan bawahannya.
Dengan mempertimbangkan berbagai hal di atas, pelatihan-pelatihan guru dan tenaga kependidikan seperti Pelatihan BCKS ini menghadirkan materi Growth Mindset sebagai dasar yang dengannya guru diharapkan siap berubah, siap belajar sesuatu yang baru, dan siap untuk mengambil langkah-langkah baru demi kebaikan satuan pendidikan tempatnya mengabdi.
"Dan yang paling penting dari pertemuan ini adalah, dengan berkumpul bersama seperti ini, para calon bakal kepala sekolah memiliki kawan baru, sehingga dapat membangun jejaring profesional, saling berbagi cerita, ilmu, dan best practice, yang semua ini merupakan bagian upaya Kemendikdasmen mewujudkan guru dan tenaga kependidikan menjadi agent of change, agent of learning, dan pada akhirnya agent of civilization," pungkas Mendikdasmen. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar